Siapa itu al-Hajjaj bin Yusuf?



Al-Hajjaj bin Yusuf ( : الحجاج بن يوسف, 661 M/ 40 H – 714 M/ 95 H) adalah penguasa, politisi, dan menteri pertahanan dari kekhilafahan Umayyah. Dia merupakan sosok yang kontroversial dan pelik dalam sejarah awal umat Islam. Dia dikenal sebagai seorang penguasa yang cerdas namun keras dan kejam. Disebutkan dia telah bertanggung jawab atas kematian ribuan jiwa. Namun ia juga dikenal sebagai orang yang menghormati Al-Qur'an dan berjasa dalam perluasan wilayah dinasti Umayyah. Dia meyakinkan Khalifah Abdul Malik bin Marwan untuk menggunakan mata uang khusus bagi dunia Islam. Hal yang memicu perang dengan Kekaisaran Byzantium di bawah kekuasaan Yustinanus II. 

Perkataan Imam Adz-Dzahabi

Imam Adz-Dzahabi berkata tentang Al-Hajjaj bin Yusuf ats-Tsaqafi:

“Al-Hajjaj, Allah memusnahkannya di bulan Ramadhan tahun 95 Hijrah dalam keadaan tua. 

Dia adalah seorang yang zhalim, bengis, naashibi (pembenci Ahlul Bait), keji, suka menumpahkan darah, memiliki keberanian, kelancangan, tipu daya, dan kelicikan, kefasihan, ahli bahasa, dan kecintaan terhadap Al-Qur'an. 

Aku (Imam Adz-Dzahabi) telah menulis tentang sejarah hidupnya yang buruk dalam kitabku At-Tarikh al-Kabir, mengenai pengepungannya terhadap Ibnu Az-Zubair dan Ka’bah, serta perbuatannya melempar Ka’bah dengan manjaniq (bola api), penghinaannya terhadap penduduk Al-Haramain (dua tanah suci), penguasaannya terhadap Irak dan wilayah timur, semuanya selama 20 tahun. Juga peperangannya dengan al-Asy'ats, sikapnya melambat-lambatkan menunaikan salat, sehingga Allah mematikannya, maka kami mencelanya, dan kami tidak mencintainya, sebaliknya kami membencinya karena Allah.”

(Siyar A'lam an Nubala, 4/343)

Hajjaj dan al-Asy'ats (Kekejian al-Hajjaj)

Judul buku: Hajjaj bin Yusuf; Algojo Bani Umayyah
Penulis: Manshur Abdul Hakim
Penerbit: Pustaka Al-Kautsar Jakarta
Tebal: xii + 463 halaman
Cetakan: Agustus 2021

Atas performanya yang buruk, perlawanan bukan tidak ada. Salah satunya, dilancarkan oleh Ibnu Asy’ats. Beliau, awalnya adalah salah seorang komandan terkemuka Hajjaj. Ibnu Asy’ats didukung oleh sejumlah ulama-seperti Sa’id bin Jubair dan Asy-Sya’bi serta orang-orang baik karena mereka melihat kezaliman dan kesewenang-wenangan Hajjaj (h.242).

Hajjaj tak mudah mengalahkan Al-Asy’ats. Perlu waktu lama (yaitu tiga tahun), prosesnya berliku (kalah dan menang silih berganti), bahkan Hajjaj sendiri pernah hampir terbunuh (h.254).

Pada akhirnya, Al-Asy’ats ditangkap bersama 30 kerabatnya. Mereka diborgol di Al-Ashfad dan dikirimkan kepada Hajjaj. Di perjalanan tepatnya di Ar-Rajh, terjadi insiden dan Al-Asy’ats meninggal.

Kepala Al-Asy’ats dipotong dan dikirim ke Hajjaj. Atas hal tersebut, Hajjaj memerintahkan agar kepala itu diarak di Irak. Setelah itu, kepala tersebut dikirim kepada Khalifah Abdul Malik di Syam dan di sana pun diarak. Kemudian dikirim ke Mesir. 

“Sungguh jauhlah tempat antara kepala dengan jasadnya, Kepala di Mesir dan jasadnya di Ar-Rajh”, tulis seorang penyair (h.273).

Hajjaj dan Sa’id bin Jubair (Akhir hayat al-Hajjaj)

Sa’id bin Jubair seorang ulama Tabi’in. Dia berjumpa dengan banyak Sahabat Rasulullah  dan meriwayatkan hadits dari mereka. Abdullah bin Abbas رضي الله عنه adalah salah satu sahabatnya. Sa’id salah seorang pakar tafsir dan fiqih (h.287). Seperti yang telah disebut sebelumnya, Sa’id bin Jubair ada di pihak Al-Asy’ats yang melawan Hajjaj.

Singkat kisah, setelah diwarnai proses yang tak mudah, Hajjaj akhirnya bisa menangkap Sa’id bin Jubair. Terjadilah dialog dramatis.

“Celakalah kamu,” kata Hajjaj.

“Celakalah orang yang dijauhkan dari surga dan dimasukkan ke dalam neraka,” tukas Sa’id.

“Tebaslah batang lehernya,” seru Hajjaj (h.288).

Sa’id bin Jubair pun wafat, setelah sebelumnya sempat berdoa,

“Yaa Allah, janganlah Engkau memberinya kesempatan untuk membunuh seorangpun setelah aku,” pinta Sa’id (h.447). Benar, Sa’id memohon agar Allah tidak membiarkan Hajjaj membunuh seorangpun setelah dirinya (h.450).

Kejadian pembantaian tersebut didengar oleh Hasan Bashri. Beliau seorang ulama Tabi’in terkemuka. 

“Yaa Allah, wahai Dzat Yang Maha Membinasakan orang-orang yang sewenang-wenang, hancurkanlah Hajjaj,” demikian doa Hasan Bashri.

Tidak lebih dari tiga hari setelah peristiwa sadis itu, lambung Hajjaj dipenuhi belatung hingga menimbulkan aroma yang tidak sedap dan Hajjaj pun meninggal. Demikian, kata Ibnu Katsir (h.288).

Riwayat lain menyebut, bahwa setelah pembantaian Sa’id itu, sebelum meninggal Hajjaj mengalami gangguan jiwa. Hajjaj berkata, “Borgol kami, borgol kami!” Atas hal itu, orang-orang berkeyakinan bahwa itu pengaruh (psikis) dari apa yang Hajjaj perbuat sebelumnya. Perbuatan sadisnya kepada Sa’id, dilakukan saat Sa’id terikat dengan borgol (h.297).

Hal yang pasti, siapapun bisa ingat, bahwa Hajjaj meninggal tak lama setelah membunuh Sa’id. Artinya, sebagaimana doa Sa’id, Hajjaj tercatat memang tak punya kesempatan membunuh orang lagi.

Sebuah catatan

Al-Hafizh Ibnu Katsir menceritakan bahwa Umar bin Abdul Ajiz, yang kemudian menjadi Khalifah beberapa tahun berikutnya, berkata:

“Aku tidak sedikitpun merasa iri terhadap Al-Hajjaj si musuh Allah itu, kecuali terhadap sikapnya yang cinta kepada Al-Qur’an dan sikap pemurahnya terhadap ahli al-Qur’an, serta ucapannya sebelum meninggal,

“Ya Allah ampunilah aku, sesungguhnya manusia menyangka bahwa Engkau tidak bertindak ( tidak mengampuninya )”

— Al-Bidayah Wa an-Nihayah, 9/158)

 

 

 ——○●※●○——

Anjar Suganda

Karawang 16/09/20122



 

 


Tidak ada komentar:

Posting Komentar

Baca Juga

Pergilah ! Kini engkau bebas.

     الَّذِيْنَ يُنْفِقُوْنَ فِى السَّرَّۤاءِ وَالضَّرَّۤاءِ وَالْكٰظِمِيْنَ الْغَيْظَ وَالْعَافِيْنَ عَنِ النَّاسِۗ وَاللّٰهُ يُحِبُّ الْمُ...